Jumat, 14 Oktober 2011

MEMBINA RUMAH TANGGA BAHAGIA DAN KEKAL (Khutbah Nikah)


            Saudara-saudara hadirin yang berbahagia.

            Alhamdulillah pada saat ini kita semua dapat berkumpul dalam kesempatan yang mulia yaitu menyaksikan jalannya upacara pernikahan saudara ………….bin……………mendapatkan saudari …………..binti …………..
           
Upacara pernikahan yang kita saksikan pada hari ini merupakan bukti bahwa kedua mampelai sangat menjunjung tinggi syariat Islam. Sebab sebagaimana kita telah memakluminya, bahwa pernikahan adalah suatu perbuatan yang disyariatkan dalam Islam yang sudah barang tentu mempunyai sifat, tujuan dan hakikat yang dalam.

Pernikahan pada hakikatnya merupakan bentuk ikatan pria dan wanita sebagai tali hubungan yang sah untuk memenuhi hajat hidup danpergaulan antara keduannya lahir dan bathin. Dengan demikian tujuan pokok pernikahan adalah jelas, yakni pemenuhan kebutuhan jasmani dan rohani melalui satu bangunan rumah tangga yang rukun, harmonis, keturunan yang baik dan sah.
Pelaksanaan pernikahan dipandang dari segi Syariat adalah merupakan bukti ketaatan dan kecintaan kedua mampelai terhadap tuntunan dan pedoman yang telah digariskan oleh Allah SWT dan RasulNya. Kalau kita tinjau ketentuan-ketentuan yang menjadi dasar pernikahan, baik syarat ataupun rukun-rukunnya, maka nyatalah bahwa pernikahan merupakan perbuatan yang mempunyai sifat dan nilai-nilai kemasyarakatan. Sebab dalam pernikahan tersimpul adanya pengembangan yang menghidupkan nilai-nilai susila agama yang dapat dijadikan tata hukum dan patokan
pergaulan hidup bermasyarakat, dimana terdapat suasana pergaulan hidup yang terpuji, suci dan kekal antara pria dan wanita menurut norma-norma yang jelas, yakni dengan mengikuti garis-garis ajaran Allah SWT.

Saudara-saudara para hadirin yang berbahagia.
Satu keharusan yang dapat mendorong kelangsungan pernikahan itu sendiri, yakni adanya kesepakatan antara pihak-pihak yang bersangkutan. Antara calon mampelai pria dan wanita, antara keluarga pengantin pria dan wanita, kesemuanya hendaknya menunjukkan sikap kesepakatan dan kerelaannya, sehingga kelanjutan hidup keluarga baru itu akan terjamin oleh kasih sayang dan kerukunan bersama antara kedua pribadi dan segenab keluarganya. Dari sinilah nampak fungsi seorang wali dalam pernikahan. Wali merupakan tiang penyangga yang besar peranannya dalam mempertemukan kedua mampelai, sebab pesetujuan yang diberikan adalah suara keluarga.
Maka kurang baik, jika tidak dapat dikatakan tidak baik sama sekali adanya suatu pernikahan yang dilakukan atas dasar paksaan dan tekanan, sebab yang demikian hanya akan berakibat terjadinya kegoncangan dalam perjalanan hidup keluarga baru itu bahkan tidak jarang menyangkut pula seluruh keluarga dari kedua belah pihak.
Ingatlah bahwa kedua mampelai untuk selanjutnya akan memikul tanggung jawab yang sama yakni mewujudkan kebahagiaan rumah tangga bahkan lebih dari itu kelak mereka akan bertanggung jawab terhadap keturunan.           Dalam perjalanan hidup selanjutnya keduanya dituntut untuk saling bantu membantu terutama dalam menjaga nama baik dan kehormatan rumah tangga.
Oleh sebab itu jauh-jauh hari sebelumnya kita hendaknya memperhatikan unsur-unsur kerelaan, keikhlasan dan kesepakatan bersama antara kedua calon mempelai serta segenap keluarganya.
Ketahuilah bahwa ketenangan hidup rumah tangga sangat berpengaruh dalam tugas-tugas kedua belah pihak, suami isteri, baik dalam pekerjaan mencari nafkah lebih terasa pengaruhnya dalam membentuk pribadi dan dan membina anak turunannya.

Saudara-saudara hadirin yang berbahagia.
Setelah selesai upacara pernikahan ini, maka berubahlah ststus kedua mampelai, yang pria menjadi kepala keluarga atau suami dan yang wanita menjadi ibu rumah tangga pendamping suami yang setia. Dalam kesempatan ini kami ingin memberikan pesan kepada calon suami isteri sebagai bekal menempuh perjalanan yang panjang dan penuh beban.
Kepada sang suami kami ingatkan bahwa keduanya selaku kepala keluarga tidaklah ringan ; suami sebagai pemimpin yang bertanggung jawab atas kehidupan keluarga berkewajiban memenuhi semua kebutuhan hidupnya, baik nafkah pokok dan kesejahteraan hidup lainnya. Suami juga harus dapat   mengusahakan terciptanya suasana damai rukun dan harmonis dalam rumah tangga yakni dengan menghargai hak-hak isteri dan keluarganya.
Sabda Rasulullah saw : artinya
“Hak seorang isteri atas suaminya ialah :
-          Suami memberi makan kepada isteri
-          Suami memberi pakaian kepada isteri jika ia sendiri berpakaian.
-          Suami tidaklah memukul wajah/ mukanya.
-          Suami tidak mengejek isteri.
-          Suami tidak menjauhi isteri, kecuali dalam rumah”. ( H.R. Hakim )

Dalam hadits lain beliau bersabda : artinya     
“Sesungguhnya Allah akan menanyai setiap pemimpin tentang apa-apa yang dipimpinnya ; apakah ia memeliharanya ataukah menyia-nyiakannya, sehingga seseorang akan ditanya tentang urusan keluargannya”. (H.R. Ibnu Hibban )

Berdasarkan hadits-hadits diatas nyatalah bahwa seorang suami tidak saja berkewajiban mencukupi nafkah pokok, tetapi ia wajib memberikan kesejahteraan lain lahir dan bathin.             Kesejahteraan lahir bathin yang harus diberikan kepada isteri menyangkut pengertian pendidikan dan pengajaran.
            Jadi alangkah bijaksananya seorang suami yang dapat memberikan didikan dan pengajaran kepada seorang isteri,atau setidak-tidaknya ia memberikan kesempatan belajar bagi isteri sehingga terpenuhilah panggilan dan kewajiban agama nya. Dengan cara cara inilah diharapkan terdapatnya suasana bantu membantu gotong royong antara suami isteri sehingga meringankan tugas pekerjaan keduanya.
Selanjutnya kepada pihak isteri kami juga ingin memberikan pesan yang pada dasarnya merupakan pegangan bagi terselenggaranya kehidupan yang harmonis penuh kedamaian. Ingatlah bahwa padanyalah terletak tanggung jawab urusan rumah; isteri adalah pembantu suami dalam segala hal yang menyangkut urusan lahir bathin.
Jadi pelayan rumah tangga yang baik dalam arti pembantu suami yang bertanggung jawab penuh menyenangkan dan tidak membosankan. Lantaran perangai istri yang kurang berkenan dihatinya.    Ingatlah sabda Nabi saw, artinya:
  Hak seorang suami atas isterinya ialah:
-          Isteri tidak meninggalkan tempat tidur suaminya.
-          Isteri hendaknya bersikap baik mengenai bagian suaminya (yang harus diberikan olehnya)
-          Isteri ta’at atas perintah suami
-          Isteri tidak keluar rumah kecuali atas izin suami.
-          Isteri tidak memasukan orang lain yang tidak disukai suami”
(H.R.Thabrani)

Kesimpulannya kedua belah pihak mempunyai hak dan kewajiban yang wajib dilakukan dan dipenuhi sebagai sarana untuk membentuk masyarakat kecil yakni masyarakat,keluarga yang hidup penuh kedamaian.
 Jika kedua belah pihak secara sadar memenuhi hak dan kewajibannya, maka berarti mereka telah menyelenggarakan kewajiban syari’at agama yang sangat besar kemungkinannya untuk ditingkatkan yakni keduanya akan menjadi pelopor pembangunan yang lebih besar yakni dalam masyarakat.
Ingatlah amanat Allah yang telah diberikan kepada kita, sebagaimana firman-Nya, Artinya: Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan    menjadikan bagimu dari isteri-isteri itu, anak-anak dan cucu-cucu” (S.An-Nahl . 72)

Jelaslah menurut ayat diatas bahwa anak-cucu adalah amanat Allah yang harus kita pelihara dengan baik. Sejalan dengan ayat diatas maka Nabi saw, bersabda:
Artinya: “Empat hal yang termasuk kebahagiaan seseorang adalah:
-          Isteri yang shalih
-          Anak-anak yang baik
-          Sahabat sepergaulan yang shalih-shalih
-          Sumber rizqi yang ada di dalam negeri sendiri” (H.R Ad Dailamy)

Sebagai penutup kami pesankan kepada kedua mempelai untuk senatiasa berusaha menciptakan rumah tangga yang di kehendaki oleh islam serta mempersiapkan diri untuk mencapai tujuan pernikahan itu sendiri yaitu membentuk keluarga bahagia dengan hiasan anak-cucu yang shalih.
Semoga kedua mempelai senantiasa memperoleh keberkahan, rahmat karunia petujuk serta pertolongan Allah,Amin ya Rabbal ‘Alamin.
           

Tidak ada komentar: