Muhibah billahi
Perlu kita catat dan garis bawahi bahwa mengenai ajaran mahabbah Rabi’ah al-Adawiyah belum ditemukan literatur-literatur yang membahas inti dari ajarannya tersebut, seluruh buku tasauf yang diterbitkan selalu menyinggung sejarah dari kehidupannya dan juga ajaran cinta ilahinya. Buku-buku tersebut banyak menampilkan kisah-kisah rohani dan perjalanan spritual yang dialami Rabi’ah al-Adawiyah dalam perjalanan hidupnya.
Salah satu hal yang membuat penulis tertarik mengangkat judul ini sebagai pembahasan dalam artikel singkat ini adalah karena penulis menilai berbagai ketimbangan dan ketidakberesan dalam konteks dunia modern sekarang ini disebabkan oleh kehampaan cinta atau gersangnya rasa mahabbah yang dimiliki oleh setiap manusia, baik itu intelektual dan juga kaum awam, kehampaan cinta merupakan kegagalan dalam menjalankan kehidupan.
Budaya modern cenderung dinamis dan cepat berubah tetapi cenderung mengabaikan nilai-nilai agama yang cenderung tetap dan mapan, dan salah satu nilai agama itu adalah bagaimana mencintai sang pencipta yang telah memberika anugerah dalam hidup ini, serta bagaimana mewujudkan cinta sesama manusia dan saling tolong menolong dalam kehidupan ini. Kesenjangan yang timbul dalam kehidupan baik antar perorangan, lembaga dan bahkan negara pada gilirannya akan berdampak pada timbulya kecemburuan sosial, kecemburuan sosial merupakan awal dari munculnya berbagai konflik, benturan-benturan, kekerasan serta ketidakstabilan masyarakat.
Dengan perlombaan dan kecemburuan sosial manusia tidak segan-segan menghalalkan segala cara dalam hidupnya demi impiannya terwujud, tidak lagi berpikir panjang dan budaya potong kompas akan bersliweran dimana-mana, akibat dari kondisi ini nantinya akan menghilangkan rasa takut kepada Allah swt, dan harapan dari keridhaanNya, padahal kauf dan raja’ adalah salah satu element penting dalam ajaran Mahabbah Rabi’ah al-Adawiyah.
Manusia modern disibukkan oleh persaingan dan tuntutan duniawi yang tidak habis-habisnya. Rasa kesepian muncul disebabkan karena hubungan antar inndividu kurang tulus dan selalu ada maksud tertentu. Orang juga curiga dengan pujian orang jangan-jangan ada maksud tertentu. Perilaku menyimpang timbul akibat keringnya nilai-nilai masyarakat dan perubahan norma-norma moral, disamping juga disebabkan dorongan yang kuat untuk memuaskan keinginann dengan jalan pintas. Berbagai gangguan kejiawaan timbul sehingga mengakibatkan psikosomantik, yaitu penyakit jasmani yang diakibatkan oleh gangguan rohani seperti tidak bisa konsentrasi, badan lemah, pusing, asma, stress dan perilaku menyimpang.
Perjalanan Rabi’ah al-Adawiyah telah menanamkan rasa kehati-hatian terhadap tindakan yang dilakukannya bahkan sejak Rabi’ah masih kecil, beliau sangat menjaga untuk tidak terjebak dengan gelamornya dunia sehingga sulit membedakan antara yang halal dan yang haram, kehati-hatian beliau menjaga diri dari yang haram telah mengantarkannya menjadi sufiah yang sangat disegani.
Peristiwa yang aneh dan tidak layak terjadi disaat usianya masih anak-anak, peristiwa ini dinilai penulis merupakan peristiwa yang langka terjadi apalagi seusia anak-anak, terlebih di zaman modern. Pada suatu hari, ketika seluruh anggota keluarga Rabiah al-Adawiyah berkumpul untuk makan bersama, ia tidak langsung duduk untuk menikmati makanan, Rabi’ah berdiri dan memandang ayahnya, seakan ia minta penjelasan dari ayahnya mengenai makanan yang akan ia makan, karena ayahnya tidak memberikan penjelasan apa-apa, Rabi’ah bertanya: ’Ayah, aku tidak ingin ayah menyediakan makanan yang tidak halal.” Dengan keheranan ayahnya menatap wajah putrinya yang yang masih kecil tetapi telah memperlihatkan nilai iman yang kuat, ayahnya menjawab ”Rabi’ah, bagaimana kalau seandainya tidak ada lagi yang bisa kita peroleh selain dari yang haram ?” Rabiah menjawab. ”Biar kita menahan lapar di dunia ini, ini lebih baik dari pada kita menahanya kelak di akhirat dalam api neraka”
Ilustari di atas menggambarkan sebuah kepekaan yang sangat luar biasa, dan sebuah upaya preventif dalam membersihkan diri dan jiwa dari pengaruh sesuatu yang haram, sebab seorang yang mencintai tentu akan memelihara dirinya dari hal-hal yang tidak diinginkan oleh yang dicintainya. Benteng pertahanan untuk menjaga diri agar tidak terjerumus dalam perbuatan, ucapan dan makan yang haram sangat sulit didapat dalam konteks dunia modern, sehingga korupsi dan tindakan kriminal lainnya terjadi dimana-mana.
Sebenarnya jika kita mengkaji lebih dalam bahwa konsep mahabbah Rabi’ah al-adawiyah adalah mahabbah terhadap ilahi, bagaimana eorang hamba mampu menyerahkan dirinya hanya kepada ilahi sebagai rabbnya, mampu menghambakan dirinya, siap menderita dan rela terhadap apa yang telah dikaruniakanNya, serta hanya mengharap ridha dariNya, inilah sebenarnya hakikat cinta dalam ajaran mahabbah Rabi’ah al-Adawiyah.
Keridhaan adalah maqam paling tinggi dalam ajaran mahabbah yang dipelopori Rabi’’ah al-Adawiyah, karena tingkatan cinta paling tinggi adalah At-Tatayun yang menunjukkan penghambaan diri seseorang kepada yang dicintainnya, dengan konsep ini maka hamba tersebut akan menanamkan sikap ridha kepada yang dicintainya. Banyak syair Rabi’ah al-Adawiyah yang menggambarkan hal tersebut diantaranya adalah :
Tuhan, bila sujudku pada-Mu karena takut neraka
Bakar diriku dengan apinya,
Bila sujudku padaMu karena mendambakan surga
Tutuplah pintu surga itu
Tetapi jika aku menyembahmu demi engkau semata
Jangan Engkau palingkan wajahMu dariku
Aku rindu menatap keindahanMu
Melihat perjalanan spritual Rabi’ah al-Adawiyah yang sangat menakjubkan ini, dan sangat luar biasa, maka rasanya revitalisasi rasa mahabbah terutama terhadap sang Khaliq dalam konteks dunia modern sudah sangat layak dilakukan kembali, demi mengantisipasi berbagai penyalahgunaan dan penyelewengan yang merusak nilai dari manusia, sehingga ketika menghadap sang pencipta cinta kita akan benar-benar mendapatkan cinta sejati darinya.
Dalam tulisan singkat ini penulis mengucapkan selamat menempuh perjalalanan mencari cinta Ilahi, semoga kita akan sampai di bandara cinta yaitu Radiyallahu anhu waradu anhu.
Perlu kita catat dan garis bawahi bahwa mengenai ajaran mahabbah Rabi’ah al-Adawiyah belum ditemukan literatur-literatur yang membahas inti dari ajarannya tersebut, seluruh buku tasauf yang diterbitkan selalu menyinggung sejarah dari kehidupannya dan juga ajaran cinta ilahinya. Buku-buku tersebut banyak menampilkan kisah-kisah rohani dan perjalanan spritual yang dialami Rabi’ah al-Adawiyah dalam perjalanan hidupnya.
Salah satu hal yang membuat penulis tertarik mengangkat judul ini sebagai pembahasan dalam artikel singkat ini adalah karena penulis menilai berbagai ketimbangan dan ketidakberesan dalam konteks dunia modern sekarang ini disebabkan oleh kehampaan cinta atau gersangnya rasa mahabbah yang dimiliki oleh setiap manusia, baik itu intelektual dan juga kaum awam, kehampaan cinta merupakan kegagalan dalam menjalankan kehidupan.
Budaya modern cenderung dinamis dan cepat berubah tetapi cenderung mengabaikan nilai-nilai agama yang cenderung tetap dan mapan, dan salah satu nilai agama itu adalah bagaimana mencintai sang pencipta yang telah memberika anugerah dalam hidup ini, serta bagaimana mewujudkan cinta sesama manusia dan saling tolong menolong dalam kehidupan ini. Kesenjangan yang timbul dalam kehidupan baik antar perorangan, lembaga dan bahkan negara pada gilirannya akan berdampak pada timbulya kecemburuan sosial, kecemburuan sosial merupakan awal dari munculnya berbagai konflik, benturan-benturan, kekerasan serta ketidakstabilan masyarakat.
Dengan perlombaan dan kecemburuan sosial manusia tidak segan-segan menghalalkan segala cara dalam hidupnya demi impiannya terwujud, tidak lagi berpikir panjang dan budaya potong kompas akan bersliweran dimana-mana, akibat dari kondisi ini nantinya akan menghilangkan rasa takut kepada Allah swt, dan harapan dari keridhaanNya, padahal kauf dan raja’ adalah salah satu element penting dalam ajaran Mahabbah Rabi’ah al-Adawiyah.
Manusia modern disibukkan oleh persaingan dan tuntutan duniawi yang tidak habis-habisnya. Rasa kesepian muncul disebabkan karena hubungan antar inndividu kurang tulus dan selalu ada maksud tertentu. Orang juga curiga dengan pujian orang jangan-jangan ada maksud tertentu. Perilaku menyimpang timbul akibat keringnya nilai-nilai masyarakat dan perubahan norma-norma moral, disamping juga disebabkan dorongan yang kuat untuk memuaskan keinginann dengan jalan pintas. Berbagai gangguan kejiawaan timbul sehingga mengakibatkan psikosomantik, yaitu penyakit jasmani yang diakibatkan oleh gangguan rohani seperti tidak bisa konsentrasi, badan lemah, pusing, asma, stress dan perilaku menyimpang.
Perjalanan Rabi’ah al-Adawiyah telah menanamkan rasa kehati-hatian terhadap tindakan yang dilakukannya bahkan sejak Rabi’ah masih kecil, beliau sangat menjaga untuk tidak terjebak dengan gelamornya dunia sehingga sulit membedakan antara yang halal dan yang haram, kehati-hatian beliau menjaga diri dari yang haram telah mengantarkannya menjadi sufiah yang sangat disegani.
Peristiwa yang aneh dan tidak layak terjadi disaat usianya masih anak-anak, peristiwa ini dinilai penulis merupakan peristiwa yang langka terjadi apalagi seusia anak-anak, terlebih di zaman modern. Pada suatu hari, ketika seluruh anggota keluarga Rabiah al-Adawiyah berkumpul untuk makan bersama, ia tidak langsung duduk untuk menikmati makanan, Rabi’ah berdiri dan memandang ayahnya, seakan ia minta penjelasan dari ayahnya mengenai makanan yang akan ia makan, karena ayahnya tidak memberikan penjelasan apa-apa, Rabi’ah bertanya: ’Ayah, aku tidak ingin ayah menyediakan makanan yang tidak halal.” Dengan keheranan ayahnya menatap wajah putrinya yang yang masih kecil tetapi telah memperlihatkan nilai iman yang kuat, ayahnya menjawab ”Rabi’ah, bagaimana kalau seandainya tidak ada lagi yang bisa kita peroleh selain dari yang haram ?” Rabiah menjawab. ”Biar kita menahan lapar di dunia ini, ini lebih baik dari pada kita menahanya kelak di akhirat dalam api neraka”
Ilustari di atas menggambarkan sebuah kepekaan yang sangat luar biasa, dan sebuah upaya preventif dalam membersihkan diri dan jiwa dari pengaruh sesuatu yang haram, sebab seorang yang mencintai tentu akan memelihara dirinya dari hal-hal yang tidak diinginkan oleh yang dicintainya. Benteng pertahanan untuk menjaga diri agar tidak terjerumus dalam perbuatan, ucapan dan makan yang haram sangat sulit didapat dalam konteks dunia modern, sehingga korupsi dan tindakan kriminal lainnya terjadi dimana-mana.
Sebenarnya jika kita mengkaji lebih dalam bahwa konsep mahabbah Rabi’ah al-adawiyah adalah mahabbah terhadap ilahi, bagaimana eorang hamba mampu menyerahkan dirinya hanya kepada ilahi sebagai rabbnya, mampu menghambakan dirinya, siap menderita dan rela terhadap apa yang telah dikaruniakanNya, serta hanya mengharap ridha dariNya, inilah sebenarnya hakikat cinta dalam ajaran mahabbah Rabi’ah al-Adawiyah.
Keridhaan adalah maqam paling tinggi dalam ajaran mahabbah yang dipelopori Rabi’’ah al-Adawiyah, karena tingkatan cinta paling tinggi adalah At-Tatayun yang menunjukkan penghambaan diri seseorang kepada yang dicintainnya, dengan konsep ini maka hamba tersebut akan menanamkan sikap ridha kepada yang dicintainya. Banyak syair Rabi’ah al-Adawiyah yang menggambarkan hal tersebut diantaranya adalah :
Tuhan, bila sujudku pada-Mu karena takut neraka
Bakar diriku dengan apinya,
Bila sujudku padaMu karena mendambakan surga
Tutuplah pintu surga itu
Tetapi jika aku menyembahmu demi engkau semata
Jangan Engkau palingkan wajahMu dariku
Aku rindu menatap keindahanMu
Melihat perjalanan spritual Rabi’ah al-Adawiyah yang sangat menakjubkan ini, dan sangat luar biasa, maka rasanya revitalisasi rasa mahabbah terutama terhadap sang Khaliq dalam konteks dunia modern sudah sangat layak dilakukan kembali, demi mengantisipasi berbagai penyalahgunaan dan penyelewengan yang merusak nilai dari manusia, sehingga ketika menghadap sang pencipta cinta kita akan benar-benar mendapatkan cinta sejati darinya.
Dalam tulisan singkat ini penulis mengucapkan selamat menempuh perjalalanan mencari cinta Ilahi, semoga kita akan sampai di bandara cinta yaitu Radiyallahu anhu waradu anhu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar