Kamis, 24 Januari 2008

Peranan Dayah

SEKILAS PANDANG TENTANG DAYAH

Dayah selaku media transformasi ilmu pengetahuan agama Islam yang menduduki urutan tertua dari sekian banyak lembaga pendidikan, memiliki peranan penting dalam megayomi segala sektor tatanan kehidupan dalam mengimbangi kemajuan serta mampu memberi pengaruh kuat terhadap sosio-kultural, hal ini jelas tergambar pada eksistensinya yang dapat memainkan peran sebagai sentral pengembangan masyarakat disamping ada pula tantangan-tantangan yang harus dijawab secara kongkrit. Munculnya dayah di berbagai tempat kita ketahui bahwa bukan beranjak dari faktor kebetulan akan tetapi dilatar belakangi oleh bermacam-macam faktor sosial.
Dalam operasionalnya, dayah memiliki nilai-nilai pokok yang tidak dimiliki oleh lembaga lain, antara lain cara pandang kehidupan secara utuh (kaffah) adalah sebagai ibadah, menuntut ilmu itu tidak berkesudahan (long life education) tetapi kemudian untuk diamalkan. Ilmu dan ibadah adalah menjadi identik baginya, yang dengan sendirinya akan muncul kecintaan yang mendalam pada ilmu pengetahuan sebagai nilai utama. Dayah senantiasa pula menciptakan suasana keikhlasan bekerja untuk tujuan-tujuan bersama.
Dengan model pendidikan tersebut terbukti dayah mampu menghasilkan pertahanan mental spiritual yang kokoh dan mampu memberikan pembinaan moral sehingga mendapat tempat dihati masyarakat dan kaum muda Islam. Dayah diakui amat solid dalam menumbuhkan gairah keagamaan yang mendalam sehingga masyarakat menganggap dayah sebagai basic tarining dalam bidang kehidupan moral keagamaan.
Pendidikan yang dikembangkan didayah tidak hanya berorientasi pada nilai akademik yang bersifat pemenuhan aspek kognitif, melainkan juga berorientasi pada bagaimana seorang didik bisa belajar dari lingkungannya, sehingga mereka bisa mengembangkan sikap kreatif dan daya berfikir imajinatif. Itulah salah satu fungsi dayah yang hingga kini masih menjadi kekuatan, inovasi dan senantiasa memberi solusi terbaik dalam berbagai persoalan pendidikan. Hal ini juga disebabkan oleh karakter dan corak dayah yang tidak hanya bersifat kultural, namun juga berkaitan erat dengan visi dan misi yang hendak dicapai oleh dayah itu sendiri.
Itulah sebabnya, mengapa dayah dengan segala kelebihan dan ciri khasnya, masih merupakan Lembaga Pendidikan Islam yang tetap survive ditengah-tengah perkembangan zaman. Ini terbukti, meskipun demikian besarnya tantangan abad teknologi dan lajunya proses modernisasi ditengah-tengah era informasi dan globalisasi dunia sekarang ini. Dayah pun tak pernah menjadi larut dan luntur identitas kedayahannya.
DAYAH DAN METODE PENDIDIKANNYA
Dari sudut pandang seorang pendidik maupun psikolog, menyebutkan bahwa pembinaan ahklak adalah pendidikan yang jauh lebih sulit dari pendidikan bidang studi yang lain, sebab pembinaan ahklak menyangkut sikap, tata nilai dan penghargaan yang harus termanifestasi dalam budi pekerti, tingkah laku yang baik.
Untuk memperoleh pembinaan akhlak yang memadai harus didukung oleh suasana hubungan antar manusia yang diwarnai oleh nuansa keagamaan yang kondusif, dalam hal ini maka pondok pesantren mempunyai posisi dan peran yang sangat strategis untuk mewujudkan hal tersebut.
Bila dilihat dari lingkungannya, yang didiami oleh para santri yang secara status sosial sangat homogen dan dari latar belakang kehidupan baik sosial, daerah, kepribadian, dan lain-lainnya, maka masyarkat dayah sebenarnya merupakan gambaran nyata kehidupan bermasyarakat dalam islam.
Melihat metode pendidikan dayah yang mempunyai ciri khas pendidikan yang mendominir ketradisionalannya yang menitik beratkan pada nilai kognitif bagi semua santri, tentu mempunyai pengaruh terhadap pembentukan karakteristik santri yang bermoral dan religius hal ini teraplikasi kedalam dinamika kehidupan komponen santri sekaligus masyarakat yang akan saling asah asih dan asuh antara satu dengan lainnya sebagai ujud dari sebuah kebersamaan
Disamping itu potensi dayah yang mengadopsi dua pemahaman ilmu yang sangat sakral dalam sebuah kepribadian santri yaitu pemahaman tentang ilmu agama dan pemahaman tentang karakter sufistik sangat perlu dilatarbelakangi dengan sistim pemondokan dayah secara kontinyu yang nantinya akan dapat melahirkan kader yang bermoral dan bertaqwa.
Dalam membentuk sebuah kader yang berwawasan ilmu agama dan mempunyai kewibawaan atau karismatik maka di perlukan kepada metode pengajaran efektif dan efesien agar bisa melahirkan kader yang dimaksudkan, maka dalam hal ini dayah walaupun tidak menganut sistem formal, tetapi ia mempunyai cara yang khas seperti yang telah disebutkan dimana para santri dituntun dengan tahapan-tahapan yang akhirnya ia bisa menguasai dan mandiri dalam mempersiapkan setiap bekal yang di perlukan bagi penyampaian ke masyarakat luas.
PERAN DAYAH DALAM KETAHANAN MORAL
Dayah sebagai lembaga yang notabenenya ilmu pendidikan agama tentu mempunyai peran yang sangat signifikan dalam mewujudkan cita-cita bangsa dalam membentuk suatu benteng moral yang kokoh yang berpondasikan ilmu dan amal yang berklimaks kepada terwujudnya komunitas ummat berakhlaq dan dan bertaqwa kepada Allah swt.
Dalam hal peran dayah dalam membangun karakter bangsa yang bermoral terlihat dari jalur geografis dan filosofisnya mengandungi nilai nilai religius, maka kepada warga negara harus ditekankan dalam mempelajari segala khasanah ilmu pengetahuan agama agar mendapatkan pengamalan yang sealur dan sesuai dengan kehendak masyarakat, karna sesungguhnya agama mengatur semua lini kehidupan manusia, mulai dari cara berinteraksi sesama manusia maupun dengan komunitas Mahluk hidup yang lain. Secara spesifik peran dayah dalam tatanan kehidupan adalah sebagai berikut :
Peran Dalam Meletakkan Nilai-Nilai Moral
pada umumnya ketika para orang tua ditanya tentang alasan mereka mempercayakan anaknya ke sebuah lembaga pendidikan dayah, maka sebahagian besar mereka akan mengatakan agar anaknya menjadi anak yang saleh (baik). Alasan yang sederhana, namun itulah alasan dan harapan awal yang mereka kemukakan, di samping kemudian agar anaknya menjadi orang yang alim.
Masyarakat sampai kini maqsih menyakini bahwa pendidikan dayahakan mampu meletakkan dasar-dasar pembinaan perilaku yang baik serta meluruskan dan memperbaiki kebiasaan yang kurang baik dari anak-anaknya, sehingga bila kembali ke keluarga dan masyarakat akan menjadi orang yang mempunyai pribadi yang mantap yang mampu mengendalikan moral dan kepribadiannya hingga selanjutnya mampu membimbing kelarga dan masyarakat.
Peran Dalam Menyikapi Era Modern
Dalam perjalanan sejarah dayah telah terjun dalam berbagai perjuangan penting baik fisik maupun mental, pada dekade penjajahan, dayah merupakan lembaga yang senantiasa membentuk kubu perlawanan terahadap kolonialisme dan lainnya. Hal ini terbukti dengan banyaknya ulama yang menjadi pahlawan nasional yang memperjuangkan kemerdekaan tanah air tercinta dari tangan penjajah.
Di era globalisasi yang serba canggih dan maju, di saat dunia semakin tak berjarak dan menglobal, tranformasi budaya dan arus inpformasi yang sulit dibendung telah memberikan andil besar terhadap terjadinya dekadensi moral pada masyarakat, maka peran dayah sangatlah diperlukan untuk membendung perubahan yang sangat mengancam bagi keutuhan kultur budaya masyarakat pribumi tak terkecuali ummat islam, dan bila tidak ada kepedulian maka jangan heran kalau sedikit demi sedikit nilai akan hilang, menanggapi fenomena seperti ini maka dayah senantiasa menyiapkan kader dai yang siap menyampaikan dan mengingatkan masyarakat untuk berpegang teguh dengan prinsipnya dan memfilterisasikan segala budaya baru yang hadir.
FORMULASI DAYAH YANG IDEAL DENGAN PERKEMBANGAN ZAMAN
Fungsi dasar dayah adalah memberi warna dalam masyarakat dengan melahirkan figur-figur yang bisa memberikan kontribusi ilmu agama kepada masyarakat untuk menciptakan suatu komunitas yang bertakwa dan beramal saleh. Maka, dayah harus tetap melahirkan figur-figur dengan kapasitas tersebut dalam berbagai situasi dan kondisi termasuk dalam era globalisasi. Dalam hal ini, dayah dituntut untuk tetap eksis terhadap fungsinya dalam menghadapi masyarakat yang sudah terkondisi sedemikian rupa diakibatkan perkembangan zaman. Oleh karena itu, dayah harus berhasil menciptakan kader-kader yang sanggup berperan aktif dalam masyarakat, baik sebagai unsur dari masyarakat itu sendiri maupun sebagai pemberi solusi terhadap berbagai masalah kompleks yang dihadapi masyarakat.
Beranjak dari hal tersebut, maka langkah awal yang harus dilaksanakan adalah membentuk suatu opini masyarakat untuk tetap yakin bahwa dayah mampu melahirkan manusia-manusia siap pakai yang sanggup menjawab berbagai tantangan zaman globalisasi. Jadi dayah bisa memberikan jawaban yang tegas terhadap hal-hal yang masih bertanya-tanya dalam benak masyarakat, yang meliputi :
Dapatkah seorang lulusan dayah melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi?
Dapatkah seorang lulusan dayah mendapatkan pekerjaan?
Besarkah pendapatan yang diterima?
Bisakah lulusan dayah tetap eksis dalam konteks sosial, budaya dan politik di zaman yang serba modern?
Keempat hal diatas intinya adalah : Bisakah pesantren menjamin kesejahteraan hidup bagi lulusannya?
Walaupun keempat hal tersebut menyimpang dari fungsi dasar dayah, yakni menciptakan manusia-manusia yang bertakwa, namun hal-hal tersebut harus tetap dipenuhi oleh dayah dalam rangka pengabdian kepada masyarakat sekaligus sebagai penarik minat masyarakat untuk tetap menjadikan dayah sebagai lembaga pendidikan terbaik.
Maka, elemen dayah harus bisa beradaptasi dengan lingkungan masyarakat yang semakin universal dengan berbagai masalah mereka yang pelik. jadi, mau tidak mau dayah harus melakukan berbagai perubahan dengan tidak menghilangkan identitas diri dan tujuan dasar dayah, tetapi perubahan tersebut malah untuk semakin melindungi dan menyempurnakan fungsi dasar dayah.
Dengan melakukan beberapa perkembangan tersebutlah dayah bisa tetap eksis dalam persaingan global. Ini sangat sesuai dengan prinsip :”mempertahankan tradisi yang bagus, dan mengambil yang baru yang lebih bagus”
Adapun hal yang perlu diperhatikan pendidikan dayah di masa sekarang ialah sebagai berikut:
Manajemen pendidikan dayah
Dayah yang ideal di zaman sekarang adalah dayah yang memiliki manajemen yang ideal. Karena dengan manajemen seperti ini akan terjamin lancarnya kegiatan belajar dan mengajar. Jadi di dayah harus bisa diterapkan kepemimpinan kolektif (Multi Leader), dimana terjadinya pembagian tugas sesuai dengan porsi dan kapasitasnya masing-masing. Kepemimpinan kolektif bermanfaat ganda, yaitu menjamin kelancaran belajar mengajar sebagai inti dari proses transfer ilmu sekaligus melatih santri senior untuk mempersiapakan diri terjun dalam masyarakat.
Mereformasi Kurikulum Dayah
Mereformasi kurikulum di sini, bukanlah merubah kurikulum dayah secara frontal, sebagaimana yang disarankan oleh orang-orang yang sebenarnya tidak mengerti sepenuhnya sistem pendidikan dayah. Tetapi reformasi di sini adalah menjalankan kurikulum dengan benar-benar memperhatikan kualitas yang sesuai dengan kebutuhan zaman. Dayah tidak perlu merubah kurikulum, tetapi mengoptimalkan kurikulum yang telah ada. Jadi objek pengkajian kitab kuning tidak perlu dikurangi, tetapi yang sangat perlu adalah menghidupkan semangat teks-teks kitab kuning sehingga bisa diaplikasikan dalam menjawab dan memberikan solusi hukum terhadap berbagai problematika yang muncul dalam kehidupan masyarakat sebagai konsekuensi dari perkembangan zaman.
Memaksimalkan Metodologi Pembelajaran
Banyak pihak menilai metodologi pembelajaran di dayah statis, karena mereka beranggapan bahwa santri hanya menerima dari sang kyai atau terkesan dogmatis, padahal tidak demikian, tetapi di pendidikan dayah sangat dialogis, dalam artian santri bebas menanyakan apa saja yang belum mereka fahami. karena kitab kuning yang menjadi rujukan utama merupakan karya-karya yang klasik dan membutuhkan kepada penalaran dan analisis.
Para kiyai (pengajar) memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi santri untuk bertanya dan memperdebatkan berbagai hal yang masih terganjal dalam pemahamannya. Dan di sini nampak nilai plus dari dayah itu sendiri, karena sistem dialogis tersebut berlangsung dengan tertib dan penuh etika karena memang para santri telah diajarkan tentang adab-adab bertanya jawab dan berkonsultasi dengan guru.
Namun, kekurangan yang terdapat dalam hal ini adalah tidak semua santri yang aktif dalam kegiatan tanya jawab tersebut, bahkan sebagian kecil santri yang mempunyai kemampuan untuk itu. Maka dayah dituntut untuk meningkatkan kuantitas santri yang mempunyai kualitas untuk melaksanakan proses dialog (munazharah) yang pada akhirnya melahirkan banyak santri yang berkualitas dan benar-benar siap terjun kemasyarakat.

mengadakan sarana pendidikan umum
Dewasa ini kita sangat menyadari dengan kepentingan pendidikan umum di dalam mengisi zaman yang serba canggih, agar tidak tergilas dan tertinggal oleh derasnya arus global, maka dalam hal ini dayah juga harus menyediakan fasilitas bagi santrinya untuk bisa menempa ilmu pengetahuan umum, agar melahirkan kiyai yang mempunyai paduan ilmu agama dan umum, dan mempunyai intelegensi terhadap perubahan, maka ia akan siap menghadapi segala kemungkinan yang disajikan oleh era modern.
Demikianlah perpektif dayah kedepan yang harus diterapkan agar kebutuhan ummat mengenai kontribusi ilmu agama terpenuhi dengan berbagai bentuk redaksi yang ideal dan relevan dengan keinginan masyarakat dan kemajuan zaman.








Seorang sahabat saya yang mengaku mengalami berbagai keajaiban bercerita banyak pada saya. Bagaimana keluarganya menganggap bahwa do'a yang dia panjatkan pasti diterima oleh Allah. Bagaimana isterinya, penganut salah satu tarekat, jika berdo'a sudah bisa merasakan apakah do'a ini terkabul atau tidak.
Sahabat lain juga bercerita bagaimana dia mengalami keajaiban. Ketika dia berdo'a agar termasuk mereka yang berhati emas, tiba-tiba dia melihat langit berwarna keemasan dan tetesen emas itu bagaikan jatuh ke bumi.
Entahlah…, apakah pengalaman sahabat-sahabat saya tersebut benar-benar terjadi atau tidak. Tetapi, Saya hanya sangat khawatir akan dua hal:
1. Kita berubah menjadi riya' ketika kita menceritakan hal-hal itu. Dan Saya juga khawatir kita justru tidak mendapati keajaiban lagi ketika hati kita telah tergelincir pada riya'.
2. Kita beribadah karena mengejar keajaiban; bukan semata-mata karena Allah. Kita baca wirid sekian ribu kali, dengan harapan bisa menghasilkan keajaiban, apakah itu tubuh yg kebal, terungkapnya hijab (kasyaf) dan lainnya. Kita jalani sholat sunnah ratusan rakaat juga demi mengejar "keanehan-keanehan". Kita jalani ritual-ritual itu hanya karena ingin mencapai ma'rifat.
Yang lebih celaka lagi, ketika kita mendapat keajaiban tiba-tiba kita mengklaim bahwa Tuhan sangat dekat dengan kita sehingga status kita naik menjadi wali. Sayang, setelah "merasa" menjadi wali, kita lupakan aspek syari'ah. Konon katanya, bagi mereka yang mencapai aspek ma'rifat tidak perlu lagi menjalankan aspek syari'at.
Entahlah…, saya hanya bisa merujuk kisah Nabi Zakariya dan Siti Maryam. Nabi Zakariya diberi anugerah putera, padahal dia sudah tua dan isterinya mandul. Setelah mendapat keajaiban ini, Allah memerintahkan pada-Nya, "Sebutlah nama Tuhan-mu sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah di waktu petang dan pagi hari" (Qs 3: 41) Maryam pun mendapat keajaiban berupa putera (padahal dia tidak pernah "disentuh" lelaki). Namun setelah Allah memberitahu tingginya kedudukan Maryam, Allah menyuruh Maryam, "Ta'atlah kepada Tuhan-mu, sujud dan ruku'lah bersama orang-orang yang ruku' (Qs 3: 43)
Ternyata, hamba Allah seperti Nabi Zakariya dan Siti Maryam pun tetap tidak meninggalkan aspek syari'at meskipun telah memiliki keajaiban.
Berkenaan dengan keajaiban, Abu Sa'id, sufi besar abad 10 dan 11 Hijriah, pernah bertemu orang yang menceritakan sejumlah keajaiban "wali".
Orang itu berkata, "dia bisa terbang..."
Abu Sa'id menjawab, "ah...tak aneh...burung saja bisa terbang"
Yang aneh justru adalah mereka yang mengaku-aku wali dan sufi sambil mendemonstrasikan "keajaibannya". Wali dan Sufi sejati tak butuh pengakuan orang lain akan ke-waliannya. Wali dan sufi sejati tak akan pernah meninggalkan aspek syari'at, meski telah mencapai maqam ma'rifat.
al-Haq min Allah!

Tidak ada komentar: