PERAN PENDIDIKAN AGAMA DALAM MEMBINA MORAL
DAN AKHLAK GENERASI MUDA
A. Peranan Pendidikan Agama
Berbicara tentang peran pendidikan agama, maka tidak terlepas dari pemahaman al-Qur’an dan Hadist. Karena dua hal ini mengatur tentang hubungan seluruh ummat manusia tidak terikat dengan penganut yang berlainan agama, terkecuali agama yang datang kemudian disebabkan oleh pengaruh kebudayaan moderen dan disebut dengan Agama Ardhi.(agama bumi)
Peranan pendidikan dan pengajaran agama islam dalam kehidupan baik individu, kelompok, maupun masyarakat, sangat berpengaruh besar terhadap pembinaan mental emosional dan spiritual genarasi yang akan datang, terutama bagi gererasi muda/i islam. Semua agama mengakui bahwa generasi muda adalah ujung tombak terhadap perkembangan agama, bangsa, dan negara pada masa yang akan datang.
Rasulullah Saw pernah bersabda dalam literatur yang berbeda namun memiliki makna yang sama, yang bahwa:
Artinya “ Tegaknya negeri dan agama dengan generasi muda, dan runtuhnya agama dan negeri tergantung pada generasi muda, sedang kami sudah lemah ”. [1]
Disini jelas dikatakan bahwa generasi mudalah yang sangat berpengaruh membawa negeri kepada arah kebaikan dan perbaikan, sedang orang yang lanjut usia memang sudah tua, tak sanggup lagi untuk berkerja dan berfikir sebagai mana Firman Allah menegaskan:
Artinya: “Kemudian kamu kami kembalikan kepada usia yang sangat lemah sehingga kamu tidak lagi dapat mengetahuinya apa-apa yang telah engkau ketahui…”[2]
Jadi peran pendidikan, pengajaran, pemahaman dan pengamalan agama mulailah dibentu sejak masyarakat belum beranjak usia muda, karena pada usia yang seperti ini ibarat tulang yang “ kalau terlalu di bengkokkan dia akan patah”, namun pendidikan agama haruslah dimulai sejak dini usia. Disinilah peran agama untuk nenanamkan idiologi religius, dokrinal, dengan menyiram dan memupuk keimanannya terhadapa agama sehingga dapat tumbuh subur berkembang tidak dapat terguyahkan agin
Generasi muda dengan mudah dapat tergoyahkan oleh keindahan dan buayan perubahan dunia kalu tidak dengan berlandaskan pada keyakinan yang telah didokrin oleh ajaran agama. Dengan keyakinan agama, disamping pemahaman pengetahuan yang kitamiliki tidaklah mungkin dengan mudah dapat tergoyahkan oleh perkembangan budaya yang sedang berkembang. Dan bahkan generasi muda yang islami dapat bersanding dengan perubahan dengan seiring sejalan. Dan selamanya tidak dapat diubah oleh keyakinan yang sudah mendasar.
Generasi muda dengan mudah dapat berubah paradikma berpikir dan pengsiasatan terhadap sesuatu karena diakibatkan kurangnya iman dan ilmu agama. Dan tidak ada masyarakat yang tidak akan berubah, namun perubahan yang terjadi dapat disetarakan dengan pemahamannya terhadap agama.
Banyak faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya perubahan pada masyarakat. Terutama menyangkut perubahan kondisi-kondisi sosial primer, seperti adanya:
· Perubahan geografis tempat tinggalnya masyarakat
· Perubahan politik yang dapat merombak struktur sosial
· Perubahan teknologi dan sistim komunikasi
· Perubahan ilmu pengetahuan karena kemajuan pendidikan
· Perubahan kemakmuran karena kemajuan ekonomi dan lain-lain.[3]
Perubahan yang terjadi dalam diri masyarakat memiliki nilai positif dan negatif. Setiap perubahan yang membawa kepada arah yang positif berarti menguntungkan, dan setiap perubahan yang membawaki kepada yang negatif berarti mengalami kemunduran
B. Pembinaan Mental Spiritual Religius Generasi Muda
Pembinaan mental dapat pula diwujudkan dengan cara tela’ah dan penghayatan terhadap ajaran agama di masa depan. Dalam kontek ini kita dapat berfikir dalam kerangka romantisme-historis dengan mencoba mempertahankan dunia keagamaan sebagaiman yang dipraktekkan ummat terdahulu.
Agar di masa yang akan datang tetap berada dalam bingkai missi profetiknya, dibutuhkan pemahaman dan penghayatan yang utuh terhadap agama bagi generasi muda/i . Dalam praktenya pemahaman agama dalam bingkai analisa dan implimentasi sosiologis tidak terlepas dari dimensi keyakinan, praktek, pengalaman, pengetahuan dan konsekuensi. Diantara dimensi tersebut adalah:
Pertama, dimensi keyakinan. Dimensi ini berkaitan dengan segenap kepercayaan dan keyakinan seseorang terhadap sesuatu ajaran agama yang bersumber dari realitas yang muthlak. Dimensi inilah yang sangat dipentingkan oleh setiap pemeluk agama. Dalam agama islam, bagi kaum muslim yang menyandang prediket muslim maka menjadi kewajiban bagi mereka adalah untuk memperdalam aqidahnya (sistem kepercayaan dan keimanannya) yang kokoh dan tidak mudah dipengaruhi oleh Aqidah yang lainnya. Karena demikian sentralny kedudukan aqidah ini dalam pendidikan agama islam menjadi prioritas utama yang perlu diajarkan di samping syariat dan akhlak.
Kedua, dimensi praktek agama. Dimensi ini berkaitan denganketaatan seseorang pemeluk agama dalam mengamalkan ajaran-ajaran agama terutama yang berbentuk ritual peribadatan disamping salat, puasa, zakat, haji bagi yang mampu. Sebagaiman firman Allah dalam al-Qur’an;
Artinya: “ sesungguhnya shalat dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar”.
Ketiga, dimensi pengalaman. Pengalaman agama merupakan tanggapan pemeluk yang melibatkan akal, kehendak dari hati terhadap apa yang dihayati sebagai realita muthlak. Misalnya melaksanakan shalat yang dilaksanakan secara bersama-sama, megnghadap realita muthlak yang sama, namun masing-masing memiliki pengalaman yang berbeda dalam intensitas penghayatannya.
Ke-empat, dimensi pengetahuan atau intelaktual. Pada dimensi ini mengacu kepada harapan bahwa orang-orang yang beragama paling tidak memiliki minimal pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan yang diperoleh dari majelis pendidikan agama islam.
Kelima, dimensi konsekuensi. Jika dalam dimensi pengalaman inti agama terletak pada Personal Experience (pengalaman pribadi), maka pada dimensi ini, keberagamaan di ukur pada akibat yang ditimbulkan dalam kehidupan sosial.
Disini agama dapat memberikan pengaruh secara nyata dalam kehidupan sosial manusia. Setiap perubahan yang terjadi dari suatu perkembangan baik dalam bentuk nyata maupun tidak, seseorang dapat menyaringnya terhadap apa yang dikehendakinya. Dengan kata lain seseorang dengan senantiasa mereka dapat mengendalikannya dengan mudah sesuai dengan pengalaman agama yang telah dimilikinya sejak masa menunutut.[4]
Pengaruh yang paling besar terhadap pendidikan agama adalah pada tatanan keluarga. Apabila dalam lingkungan keluarga tidak menjadikan agama sebagai penutannya maka anak akan mudah terpengaruh oleh pergaulan bebas. Seorang anak atau remaja tidak dapat mengenadalikan keinginannya disebabkan karena tidak termodali oleh keimanan dan pemahaman ajaran agama semenjak dia masih kanak-kanak. Oleh karenanya peran orang tua, masyarakat, pemuka-pemuka kampung mesti harus turun tangan dalam menangani kekrisisan moral dan akhlak anak-anak dan generasi muda. Mereka membutuhkan pengontrolan dalam setiap kegiatan dan kebijakan yang di ambil untuk tidak terjerumus kepada kemaksiatan.
Kesimpulan
Ø Banyak faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya perubahan pada masyarakat. Terutama menyangkut perubahan kondisi-kondisi sosial primer, seperti adanya:
· Perubahan geografis tempat tinggalnya masyarakat
· Perubahan politik yang dapat merombak struktur sosial
· Perubahan teknologi dan sistim komunikasi
· Perubahan ilmu pengetahuan karena kemajuan pendidikan
· Perubahan kemakmuran karena kemajuan ekonomi dan lain-lain
Ø Pemahaman agama bagi generasi muda dilandasi pada beberapa dimensi yang terlebih harus tertanam pada semenjak dia masih kanak-kanak. Diantara dimensi tersebut adalah:
· Dimensi keyakinan, dimensi praktek agama, dimensi pengalaman, dimensi pengetahuan atau intelaktual, dimensi konsekuensi. Personal Experience (pengalaman pribadi)
Ø Peran keluarga, masyarakat, pemuka-pemuka kampung harus terlebih utama dalam melihat perkembangan anak-anak mereka supaya tidak dengan mudah terpengaruh oleh budaya dan etnis yang masuk.
Ø Pemimpin gampong harus bertindak dalam rangka membangun tempat-tempat pendidikan dan pengajaran ilmu-ilmu agama kerena hal ini terpulangkan pada amir orang yang memerintah dah yang mengambil kebijakan dalam gampong itu.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Terjemahan Departemen Agama RI
S. Ziyad Abbas, Hadist Pilihan Politik, Ekonomi, Sosial, Pustaka Panji Mas, Jakarta, Cet. II, 1997
Susanto, Astrid S, “ Pengantar Sosiologi Dan Perubahan Masyarakat”, Pustaka Panji Mas, Jakarta, Cet II
Muhammad Tholhah Hasan, Prospek Islam Menghadapi Tantangan Zaman, Lantabora Press, Jakarta Indonesia, Cet. VI, 2003
[1] S. Ziyad Abbas, Hadist Pilihan Politik, Ekonomi, Sosial, hal, 34
[2] Al-Qur’an Terjemahan Departemen Agama RI, (surat Az-Zumar)…64
[3] Susanto, Astrid S, “ Pengantar Sosiologi Dan Perubahan Masyarakat”, hal. 188-191
[4] Muhammad Tholhah Hasan, Prospek Islam Menghadapi Tantangan Zaman, hal, 64
DAN AKHLAK GENERASI MUDA
A. Peranan Pendidikan Agama
Berbicara tentang peran pendidikan agama, maka tidak terlepas dari pemahaman al-Qur’an dan Hadist. Karena dua hal ini mengatur tentang hubungan seluruh ummat manusia tidak terikat dengan penganut yang berlainan agama, terkecuali agama yang datang kemudian disebabkan oleh pengaruh kebudayaan moderen dan disebut dengan Agama Ardhi.(agama bumi)
Peranan pendidikan dan pengajaran agama islam dalam kehidupan baik individu, kelompok, maupun masyarakat, sangat berpengaruh besar terhadap pembinaan mental emosional dan spiritual genarasi yang akan datang, terutama bagi gererasi muda/i islam. Semua agama mengakui bahwa generasi muda adalah ujung tombak terhadap perkembangan agama, bangsa, dan negara pada masa yang akan datang.
Rasulullah Saw pernah bersabda dalam literatur yang berbeda namun memiliki makna yang sama, yang bahwa:
Artinya “ Tegaknya negeri dan agama dengan generasi muda, dan runtuhnya agama dan negeri tergantung pada generasi muda, sedang kami sudah lemah ”. [1]
Disini jelas dikatakan bahwa generasi mudalah yang sangat berpengaruh membawa negeri kepada arah kebaikan dan perbaikan, sedang orang yang lanjut usia memang sudah tua, tak sanggup lagi untuk berkerja dan berfikir sebagai mana Firman Allah menegaskan:
Artinya: “Kemudian kamu kami kembalikan kepada usia yang sangat lemah sehingga kamu tidak lagi dapat mengetahuinya apa-apa yang telah engkau ketahui…”[2]
Jadi peran pendidikan, pengajaran, pemahaman dan pengamalan agama mulailah dibentu sejak masyarakat belum beranjak usia muda, karena pada usia yang seperti ini ibarat tulang yang “ kalau terlalu di bengkokkan dia akan patah”, namun pendidikan agama haruslah dimulai sejak dini usia. Disinilah peran agama untuk nenanamkan idiologi religius, dokrinal, dengan menyiram dan memupuk keimanannya terhadapa agama sehingga dapat tumbuh subur berkembang tidak dapat terguyahkan agin
Generasi muda dengan mudah dapat tergoyahkan oleh keindahan dan buayan perubahan dunia kalu tidak dengan berlandaskan pada keyakinan yang telah didokrin oleh ajaran agama. Dengan keyakinan agama, disamping pemahaman pengetahuan yang kitamiliki tidaklah mungkin dengan mudah dapat tergoyahkan oleh perkembangan budaya yang sedang berkembang. Dan bahkan generasi muda yang islami dapat bersanding dengan perubahan dengan seiring sejalan. Dan selamanya tidak dapat diubah oleh keyakinan yang sudah mendasar.
Generasi muda dengan mudah dapat berubah paradikma berpikir dan pengsiasatan terhadap sesuatu karena diakibatkan kurangnya iman dan ilmu agama. Dan tidak ada masyarakat yang tidak akan berubah, namun perubahan yang terjadi dapat disetarakan dengan pemahamannya terhadap agama.
Banyak faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya perubahan pada masyarakat. Terutama menyangkut perubahan kondisi-kondisi sosial primer, seperti adanya:
· Perubahan geografis tempat tinggalnya masyarakat
· Perubahan politik yang dapat merombak struktur sosial
· Perubahan teknologi dan sistim komunikasi
· Perubahan ilmu pengetahuan karena kemajuan pendidikan
· Perubahan kemakmuran karena kemajuan ekonomi dan lain-lain.[3]
Perubahan yang terjadi dalam diri masyarakat memiliki nilai positif dan negatif. Setiap perubahan yang membawa kepada arah yang positif berarti menguntungkan, dan setiap perubahan yang membawaki kepada yang negatif berarti mengalami kemunduran
B. Pembinaan Mental Spiritual Religius Generasi Muda
Pembinaan mental dapat pula diwujudkan dengan cara tela’ah dan penghayatan terhadap ajaran agama di masa depan. Dalam kontek ini kita dapat berfikir dalam kerangka romantisme-historis dengan mencoba mempertahankan dunia keagamaan sebagaiman yang dipraktekkan ummat terdahulu.
Agar di masa yang akan datang tetap berada dalam bingkai missi profetiknya, dibutuhkan pemahaman dan penghayatan yang utuh terhadap agama bagi generasi muda/i . Dalam praktenya pemahaman agama dalam bingkai analisa dan implimentasi sosiologis tidak terlepas dari dimensi keyakinan, praktek, pengalaman, pengetahuan dan konsekuensi. Diantara dimensi tersebut adalah:
Pertama, dimensi keyakinan. Dimensi ini berkaitan dengan segenap kepercayaan dan keyakinan seseorang terhadap sesuatu ajaran agama yang bersumber dari realitas yang muthlak. Dimensi inilah yang sangat dipentingkan oleh setiap pemeluk agama. Dalam agama islam, bagi kaum muslim yang menyandang prediket muslim maka menjadi kewajiban bagi mereka adalah untuk memperdalam aqidahnya (sistem kepercayaan dan keimanannya) yang kokoh dan tidak mudah dipengaruhi oleh Aqidah yang lainnya. Karena demikian sentralny kedudukan aqidah ini dalam pendidikan agama islam menjadi prioritas utama yang perlu diajarkan di samping syariat dan akhlak.
Kedua, dimensi praktek agama. Dimensi ini berkaitan denganketaatan seseorang pemeluk agama dalam mengamalkan ajaran-ajaran agama terutama yang berbentuk ritual peribadatan disamping salat, puasa, zakat, haji bagi yang mampu. Sebagaiman firman Allah dalam al-Qur’an;
Artinya: “ sesungguhnya shalat dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar”.
Ketiga, dimensi pengalaman. Pengalaman agama merupakan tanggapan pemeluk yang melibatkan akal, kehendak dari hati terhadap apa yang dihayati sebagai realita muthlak. Misalnya melaksanakan shalat yang dilaksanakan secara bersama-sama, megnghadap realita muthlak yang sama, namun masing-masing memiliki pengalaman yang berbeda dalam intensitas penghayatannya.
Ke-empat, dimensi pengetahuan atau intelaktual. Pada dimensi ini mengacu kepada harapan bahwa orang-orang yang beragama paling tidak memiliki minimal pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan yang diperoleh dari majelis pendidikan agama islam.
Kelima, dimensi konsekuensi. Jika dalam dimensi pengalaman inti agama terletak pada Personal Experience (pengalaman pribadi), maka pada dimensi ini, keberagamaan di ukur pada akibat yang ditimbulkan dalam kehidupan sosial.
Disini agama dapat memberikan pengaruh secara nyata dalam kehidupan sosial manusia. Setiap perubahan yang terjadi dari suatu perkembangan baik dalam bentuk nyata maupun tidak, seseorang dapat menyaringnya terhadap apa yang dikehendakinya. Dengan kata lain seseorang dengan senantiasa mereka dapat mengendalikannya dengan mudah sesuai dengan pengalaman agama yang telah dimilikinya sejak masa menunutut.[4]
Pengaruh yang paling besar terhadap pendidikan agama adalah pada tatanan keluarga. Apabila dalam lingkungan keluarga tidak menjadikan agama sebagai penutannya maka anak akan mudah terpengaruh oleh pergaulan bebas. Seorang anak atau remaja tidak dapat mengenadalikan keinginannya disebabkan karena tidak termodali oleh keimanan dan pemahaman ajaran agama semenjak dia masih kanak-kanak. Oleh karenanya peran orang tua, masyarakat, pemuka-pemuka kampung mesti harus turun tangan dalam menangani kekrisisan moral dan akhlak anak-anak dan generasi muda. Mereka membutuhkan pengontrolan dalam setiap kegiatan dan kebijakan yang di ambil untuk tidak terjerumus kepada kemaksiatan.
Kesimpulan
Ø Banyak faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya perubahan pada masyarakat. Terutama menyangkut perubahan kondisi-kondisi sosial primer, seperti adanya:
· Perubahan geografis tempat tinggalnya masyarakat
· Perubahan politik yang dapat merombak struktur sosial
· Perubahan teknologi dan sistim komunikasi
· Perubahan ilmu pengetahuan karena kemajuan pendidikan
· Perubahan kemakmuran karena kemajuan ekonomi dan lain-lain
Ø Pemahaman agama bagi generasi muda dilandasi pada beberapa dimensi yang terlebih harus tertanam pada semenjak dia masih kanak-kanak. Diantara dimensi tersebut adalah:
· Dimensi keyakinan, dimensi praktek agama, dimensi pengalaman, dimensi pengetahuan atau intelaktual, dimensi konsekuensi. Personal Experience (pengalaman pribadi)
Ø Peran keluarga, masyarakat, pemuka-pemuka kampung harus terlebih utama dalam melihat perkembangan anak-anak mereka supaya tidak dengan mudah terpengaruh oleh budaya dan etnis yang masuk.
Ø Pemimpin gampong harus bertindak dalam rangka membangun tempat-tempat pendidikan dan pengajaran ilmu-ilmu agama kerena hal ini terpulangkan pada amir orang yang memerintah dah yang mengambil kebijakan dalam gampong itu.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Terjemahan Departemen Agama RI
S. Ziyad Abbas, Hadist Pilihan Politik, Ekonomi, Sosial, Pustaka Panji Mas, Jakarta, Cet. II, 1997
Susanto, Astrid S, “ Pengantar Sosiologi Dan Perubahan Masyarakat”, Pustaka Panji Mas, Jakarta, Cet II
Muhammad Tholhah Hasan, Prospek Islam Menghadapi Tantangan Zaman, Lantabora Press, Jakarta Indonesia, Cet. VI, 2003
[1] S. Ziyad Abbas, Hadist Pilihan Politik, Ekonomi, Sosial, hal, 34
[2] Al-Qur’an Terjemahan Departemen Agama RI, (surat Az-Zumar)…64
[3] Susanto, Astrid S, “ Pengantar Sosiologi Dan Perubahan Masyarakat”, hal. 188-191
[4] Muhammad Tholhah Hasan, Prospek Islam Menghadapi Tantangan Zaman, hal, 64
Tidak ada komentar:
Posting Komentar