Kamis, 22 Oktober 2009

PENGEMBANGAN SDM DAYAH SALAF



Dalam rentang sejarah, dengan segala keterbatasannya, dayah masih menjadi salah satu tumpuan harapan dalam mengemban misi teologis dan pengembangan intelektual. Hingga saat ini, dayah telah terpola menjadi tiga, yaitu dayah salafi, khalafi dan kombinasi. Jika dilihat dari sisi kesederhanaan dan kebersahajaan, dayah salafi secara tidak langsung mengambil peran binary opposition bagi elitisme lembaga pendidikan lainnya.
Selama ini dayah salafi cendrung mendapatkan stigma sebagai lembaga pendidikan yang out of date, konservatif, eksklusif, dan teralienasi. Hal ini disebabkan, dayah dengan pola pendidikan tradisional memiliki kelemahan baik disegi manajemen, life skill, maupun sarana dan prasarana. Otonomisasi pendidikan dengan manhaj (kurikulum) yang mandiri dan tertutup juga merupakan salah satu faktor munculnya stigma tersebut.
Sebagai pusat transmisi ilmu-ilmu Islam tradisional (transmission of Islamic knowledge) dan pusat reproduksi ulama (reproduction of ulama), dayah salafi harus mempertahankan tradisi dan tata nilai yang masih relevan (al-muhafadzat ‘ala al-qadim al-shalih). Namun dipihak lain, secara selektif harus beradaptasi dengan pola baru yang dapat menopang kelanggengannya (al-akhdzu bi al-jaded al-ashlah). Ketika proses akomodasi ini berjalan, maka sebagai sentrum pembangun masyarakat, dayah harus melakukan refungsionalisasi, terlebih lagi era globalisasi telah mempengaruhi perkembangan sosial dan budaya.
Tuntutan internal dan tantangan eksternal global adalah penguasaan sains dan teknologi serta keunggulan kualitas sumber daya manusia. Permasalahan tentang pengembangan kualitas sumber daya manusia (human resources) merupakan isu aktual dalam arus perbincangan dayah kontemporer. Dengan demikian isu penting yang akan dikupas dalam tulisan ini adalah bagaimanakah respon dayah salafi terhadap pengembangan SDM selama ini? Dan bagaimanakah pola pengembangan SDM dayah salafi?

Pola pengembangan SDM dayah salafi
Dalam praktek-praktek empiris, investasi dalam pengembangan SDM tidak terlepas dari isu-isu pokok yang terjadi dalam suatu dinamika sosial ekonomi pada berbagai dimensi ruang dan waktu. Di kalangan dayah sendiri, setidaknya sejak dasawarsa terakhir telah muncul kesadaran untuk mengambil langkah-langkah tertentu guna meningkatkan kualitas SDM yang mampu menjawab tantangan dan kebutuhan transformasi sosial.
Dalam upaya pengembangan SDM dayah salafi, maka harus dilakukan berbagai pembenahan, meliputi pembenahan manajemen leadership, manajemen pendidikan, sarana dan prasarana, dan pengembangan life skill.
Power and authority dayah memang dipegang oleh pimpinan dayah, namun sebaiknya di dayah juga dibentuk bagian-bagian yang akan menangani suatu bagian tertentu, misalnya bagian pengajian, bagian jama’ah, bagian humas, dan lainnya. Dengan adanya bagian-bagian ini maka pimpinan dayah hanya berperan sebagai koordinator saja.
Untuk dapat memainkan peran edukatifnya dalam pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas, dayah harus meningkatkan mutu sekaligus memperbaharui model pendidikannya (kurikulum) secara integratif dan komprehensif. Rumusan pendidikan harus mencerminkan keseimbangan professional dan proporsional dalam kebutuhan santri antara dunia dan akhirat, akal dan kalbu, jasmani dan rohani, potensi diri (internal) dan potensi lingkungan (eksternal).
Pembenahan kurikulum dayah dapat dilakukan pada tiga aspek penting yaitu perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Tahapannya adalah membuat desain pembelajaran (learning design). Setelah desain tersebut dibuat maka dilakukan upaya untuk melaksanakan dalam bentuk kegiatan . Untuk mengetahui apakah pembelajaran tersebut berjalan dengan baik, maka perlu dilakukan evaluasi. Hasil evaluasi tersebut akan dijadikan dasar pengembangan pada tahap berikutnya.
Pengembangan SDM juga harus didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai, misalnya perpustakaan yang dilengkapi dengan sejumlah literatur keilmuan dan manuskrip yang dapat dijadikan sebagai referensi oleh santri. Pengadaaan laboratorium bahasa juga merupakan salah satu infrastruktur yang menunjang keahlian berkomunikasi. Penggalian ilmu agama melalui perangkat komputer (literatur digital) akan lebih efesien bila dibandingkan dengan membuka kitab yang akan membutuhkan waktu yang lama. Hal ini bukan berarti menghilangkan tradisi intelektual indigenous khas dayah, karena melakukan modifikasi dan improvisasi pada aspek teknis akan membawa wajah baru bagi pengembangan SDM dayah salafi.
Berdasarkan teori human capital , dayah salafi juga harus membekali para santri dengan life skill atau life competency sesuai dengan tuntutan zaman, intinya dayah dituntut memiliki kompetensi skill, knowledge, dan ability. Respon dayah terhadap perkembangan tersebut adalah dengan menerapkan pendidikan berbasis kompetensi. Dengan semakin banyak memasukkan ketrampilan dengan dasar pendidikan wirausaha atau entrepreneurship akan mampu melahirkan generasi yang mempunyai kompetensi unggul.
Pengelola dayah dapat mengembangkan berbagai usaha, meliputi budidaya pertanian, perbengkelan, perikanan, tataboga, dan jahit-menjahit. Sebagai sebuah studi banding, dayah Mudi Mesra Samalanga telah mengembangkan pengelolaan usaha ekonomi berupa minimarket dan koperasi, pengembangan teknologi berupa kursus komputer dan arsitektur bangunan, ketrampilan berupa desain busana, bordir, sulam khas Aceh, tataboga, pengembangan kesenian berupa dalail khairat yang sudah melahirkan satu album kaset yang dirintis bersama seniman Aceh M. Yakob Tailah, pengembangan komunikasi berupa penerapan berkomunikasi dengan bahasa Arab (lughah), kreatifitas menulis melalui MUDI POST, dan lain-lain.
Rangkaian pengembangan SDM dayah salafi juga dapat dilakukan melalui program magang. Program ini dapat meningkatkan interaksi dan komunikasi antar dayah. Begitu juga halnya dengan pelatihan, workshop atau lokakarya, dan berbagai bentuk kajian lainnya yang memberikan kontribusi besar dalam pengembangan SDM.
Selain itu, pihak dayah juga dapat melakukan ujicoba kualitas SDM santrinya sebelum dilepaskan ke masyarakat. Sebagaimana yang dilaksanakan di perguruan tinggi pada umumnya, dimana mahasiswanya diwajibkan menulis skripsi, tesis, ataupun disertasi dan mengikuti yudisium. Hal semacam ini juga dapat diberlakukan didayah-dayah salafi. Pada umumnya , setiap dayah salafi memberikan ijazah bagi santrinya yang telah menempuh jenjang pendidikan ‘aliyah. Pada jenjang selanjutnya yaitu tautiah dan takhasusus hendaknya ada spesialisasi keilmuan agar profesionalitas santri dapat diberdayakan semaksimal mungkin. Pada tahap inilah hendaknya para santri dibebankan membuat semacam karya tulis ilmiah (skripsi) dan diwajibkan ikut sidang munaqasyah sebagai wujud dari penguasaannya terhadap ilmu yang digelutinya dan juga sebagai persembahan akademisi bagi almamaternya.
Untuk mendukung pengembangan SDM, dayah harus bekerjasama dengan sejumlah instansi baik pemerintah maupun non pemerintah, bahkan masyarakat secara luas. Hal ini dirasakan perlu untuk menguatkan dukungan terhadap eksistensi dayah sebagai bagian integral dalam penyiapan SDM yang berkualitas. Salah satu contohnya adalah program Studi Purna Ulama (SPU) yang difasilitasi oleh PKPM bekerjasama dengan Satker BRR Nad-Nias yang telah membuka wawasan dan cakrawala berpikir bagi para santri
.
kesimpulan
Dayah merupakan salah satu bagian dari lembaga pendidikan di Aceh
yang masih eksis hingga sekarang. Tugas pokok yang dipikul dayah selama ini pada esensinya adalah mewujudkan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah. Namun yang tak kalah pentingnya, sebagai tempat reproduksi intelektual muslim, dayah harus melakukan pembenahan dalam upaya melahirkan insan-insan yang berkualitas.
Berkaitan dengan hal tersebut, dayah harus menawarkan model pendidikan yang kompetitif yang mampu melahirkan out put (santri) yang memiliki kompetensi dalam penguasaan ilmu sekaligus skill sehingga dapat terjun dalam kehidupan sosial yang terus mengalami perubahan akibat modernisasi yang ditopang kecanggihan sains dan teknologi. Tulisan ini setidaknya memberikan sumbangan pemikiran dalam melahirkan kerangka acuan bagi pengembangan SDM terutama bagi pembuat kebijakan pada lembaga pendidikan dayah.

REFERENSI
Ace Suryadi, M. Sc., Ph,d, Pendidikan, Investasi SDM, dan Pembangunan, Jakarta: Balai Pustaka, 2002
Dr. Imam Tholkhah dan Ahmad Barizi, M.A, Membuka Jendela Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004
M. Hasbi Amirudin, Ulama Dayah Pengawal Agama Masyarakat Aceh, Lhokseumawe: Nadiya Foundation, 2003
Muslim Thahiry, dkk, Wacana Pemikiran Santri Dayah Aceh, Banda Aceh: BRR Nad-Nias, PKPM Aceh & Wacana Press, 2006
Dr. H. Muhaimin, M.A, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam, Bandung: Yayasan Nuansa Cendekia, 2003
http://www.surya.co.id diakses pada 28 Juni 2007

Dr. dr. Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren Pendidikan Alternatif Masa Depan, Jakarta: Gema Insani Press, 1997

Tidak ada komentar: